Pondok Pesantren Futuhiyyah Mranggen Demak

A. PERIODE AWAL

Didirikan oleh Simbah KH. Abdurrahman bin Qosidil Haq bin Abdullah Muhajir, kurang lebih pada tabun 1901. Secara outentik tahun berdirinya belum dapat dipastikan, karena tidak ditemukan data yang kongkrit. Hanya saja menurut cerita orang-orang tua, bahwa pada hujan abu akibat meletusnya gunumg Kelud di permulaan abad 20, Pondok Pesantren Futuhiyyah sudah berdiri, walaupun santrinya masih relatif sedikit, hanya dari daerah Mranggen dan sekitamya. Mereka datang ngaji ke Pondok hanya pada malam hari karena pada pagi harinya harus pulang kerumah untuk membantu orang tua mereka, oleh  karena itu disebut santri kalong.


Bermula hanya sebuah surau ( langgar ) yang sebagian digunakan untuk tempat ibadah, mengaji dan musyawarah, sebagian lagi digunakan tempat tinggal oleh santri. Mereka belajar secara sederhana dan traditional sekali, Yang diajarkan pada mulanya hanya : membaca Al-Qur'an, fashalatan, kitab-kitab tatjamah atau kitab makna gandul, membiasakan bacaan Maulud Diba' - Barzanji, bimbingan untuk mempraktekkan tasawwuf dengan melakukan dzikir ala Thariqoh Qodiriyah wa-n Naqsyabandiyah dan diajak berguru kepada Simbah KH. Ibrahim bin H. Thohir Surodadi Menggolo, Brumbung (KH. Abdurrahman adalah badal Thoriqoh Qodiriyah wan Naqsyabandiyah simbah KH. Ibrahim).


B. PERIODE PERTENGAHAN

Simbam. KH. Abdurrahman mengasuh Pondok Pantren Futuhiyyah hingga akhir hayatnya pada tahun 1942 { peringatan hari wafat “Haul” nya diselenggarakan setiap tanggal 12 Dzulhijjah }

Tahun 1926 bertepatan dengan lahimya Nahdlatul Ulama di Surabaya yang diikuti dengan berdirinya cabang NU di daerah Demak, KH Utsman Abdurrahman dengan bantuan beberapa teman pengurus NU Mranggen, mendirikan Madrasah Diniyah Awaliyah.


Mulai Tahun 1927 tanggung jawab pengelolaan Pondok Pesantren yang sudah mendirikan pindidikan formal tersebut diserahkan kepada putera-putera beliau. Dan beliau masih membimbing, mengarahkan dan mengontrol, Hal tersebut  beliau lakukan, karena diharapkan untuk menjadikan mereka sebagai kader-kadet yang dapat dipertanggungjawabkan dan dapat mengharumkan nama baik agama, nusa, bangsa dan keluarga.

Dan putera yang pertama kali beliau serahi estafet kepemimpinan ialah putera sulung beliau, yaitu KH. Utsman Abdurrahman sepulangnya dari Pondok Pesantren KH. Ma’shum Lasem, Rembang,

Pada awalnya KH. Utsman masih mempunyai banyak waktu untuk mengurus Pondok Pesantren maupun Madrasah dan sekaligus mengurus Jam'iyah Nahdlatul Ulama Cabang Mranggen, namun sete1ah urusan NU semakin menuntut pengabdiannya lebih banyak, terutama dalam pembinaan generasi muda dengan menyelenggarakan pelatihan silat dan kesenian rodatan serta tabligh ke desa desa pedalaman, akhimya urusan Pondok Pesantren dan Madrasah beliau serahkan kepada adiknya ; KH. Muslih Abdurrahman ( putera kedua KH. Abdlurrahman ) yang kebetulan saat itu sedang liburan dari Pondok Pesantren Sarang Rembang.

Selama dua tahun ; 1931-1932, KH. Muslih Abdurrahman harus mengemban amanat yang diberikan Orang tua dan kakaknya untuk mengelola dan mengembangkan Pondok Pesantren dan Madrasah.

Semangatnya yang tinggi dalam menuntut dan mendalami iImu membuat KH. Muslih Abdurrahman setelah mengejawantah Pondok Pesantren dan Madrasah selama 2 tahun, beliau kembali ke Pondok Pesantren Termas, dan untuk pengelolaan Pondok dan Madrasah diserahkan kepada adiknya : KH. Murodi Abdurrahman (Putra ketiga KH. Abdurrahman).


Tahun 1936 KH. Muslih Abdurrahman pulang dari Pondok Pesantren Termas kepemimpinan Pondok dan Madrasah kembali diserahkan dari KH. Murodi kepada beliau, disamping KH. Murodi masih tetap membantu, hingga akhirnya beliau dibuatkan Pondok sendiri oleh Simbah KH. Abdurrahman terletak diujung barat kampung Suburan Barat, berbatasan dengan kampmg Pungkuran yang diberi nama Pondok Pesantren AL- F ALAH (sekarang bemama Pondok Pesantren KH. Murodi

Sedangkan KH. Ustman juga mendirikan Pondok Pesantren sendiri khusus putri, yang terletak di JaIan Raya Mranggen dengan nama ANNURIYAH.

Dibawah kepemimpinan KH. Muslih yang kedua inilah, Pondok Pesantren Futuhiyyah setapak demi setapak mulai berkembang dan mulai menjadi tujuan para santri dari berbagai daerah yang menetap/mukim di pondok. Kamar ( gothaan ) santri mulai dibangun dan didirikan, Langgar (surau/Musholla) dibangun menjadi Masjid. Sumber : Futuhiyyah.Net

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembagian Bab-bab Dalam Tashrif

2. Fi’il Tsulatsi Mazid

Pengertian Shorof dan Tashrif