Muqoddimah. Pengertian Nahwu

Nahwu menurut bahasa berarti arah, umpama atau serupa. Sedangkan menurut istilah, nahwu adalah ilmu tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui bentuk akhir kata dalam Bahasa Arab sesuai dengan kedudukannya dalam struktur kalimat apakah berubah-ubah (mu’rob) atau tetap (mabni). Tujuan mempelajarinya adalah untuk menjaga diri dari kesalahan dalam memahami bahasa al-Qur`an dan hadis Nabi SAW, juga teks-teks arab lainnya. Hukum mempelajarinya adalah Fardhu Kifayah. Menurut catatan sejarah yang lebih masyhur peletak dasar pertama ilmu ini adalah Abul Aswad ad-Da`uli atas perintah dan dorongan Sayyidina Ali RA.

Latar belakang timbulnya gagasan membuat Nahwu sebagai ilmu yang sistematis adalah kesimpangsiuran orang-orang non arab dalam membaca teks-teks al-Qur’an dan al-Hadits, yang seharusnya di baca rofa’ di baca nashob, yang seharusnya dibaca jir dibaca jazem. Bahkan timbul banyak sekali kekeliruan yang sampai merubah tatanan dan ma’na Bahasa Arab.

Konon ada seorang badui yang membaca al-Qur’an surat Fathir ayat 28 yang bunyinya إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ Ia baca إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهُ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءَ Kekeliruan seperti ini tidak hanya merubah tatanan bahasa, tetapi ma’nanya pun menjadi keliru dan sangat fatal. Karena keprihatinan, dan agar tidak terjadi lagi hal seperti ini maka Sayyidina Ali memerintahkan Abul Aswad ad-Da`uli agar merangkai dan menulis tata cara membaca al-Qur’an, yang kemudian direspon baik dan dipelajari oleh sebuah golongan yang termasuk didalamnya adalah Anbasatul fil dan Maimunul Aqron, kemudian diteruskan oleh Abdulloh bin Ishaq al-Hadlromi dan disempurnakan oleh Imam Kholil, kemudian terus berkembang sehingga menjadi lebih sempurna pada masa Imam Sibawaih dan Imam Kisa’i. Kemudian setelah itu kalangan pakar-pakar nahwu ini berubah menjadi dua kelompok yaitu kelompok bashroh dan kelompok kufah.

Setelah masa keemasan bashroh dan kuffah ini, muncul Imam Akhfasy dan Imam Farro’. Baru setelah itu, muncul pakar-pakar nahwu, seperti, Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, Abu Ishaq az-Zujaj, Abu Bakar as-Siroj, kemudian Imam Abu Ali Hasan bin Abdil Ghoffar al-Farisi, Abul Fath Ibnu Jana, lalu muncul Abdul Qohir al-Jarjani, kemudian lahir Imam Zamakhsyari, Ibnul Hajib, lalu Ibnu Malik, Ibnu Hayyan, Ibnu Hisyam Ibnu Aqil dan terus menerus ilmu nahwu ini di kaji, dikembangkan, dan dibukukan hingga sekarang ini.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembagian Bab-bab Dalam Tashrif

2. Fi’il Tsulatsi Mazid

Pengertian Shorof dan Tashrif