Bab Kalam

Kalam menurut bahasa adalah ungkapan, mencakup setiap sesuatu yang mengandung makna yang berfungsi dalam komunikasi. Jadi kata kalam sangat sesuai dengan perluasan istilah modern dalam Linguistik sehingga termasuk tanda-tanda dan isyarat. Misalnya ketika ada seseorang berkata, “Apakah kamu sudah sholat?” Kemudian kamu menjawabnya dengan anggukan kepala sehingga dia mengerti jawabanmu adalah “Ya” Maka anggukan kepala ini termasuk kalam dari sudut bahasa secara umum. Sedangkan dalam istilah Nahwu, Kalam adalah lafadz yang tersusun berfaidah dan disengaja. Jadi, suatu perkataan baru disebut sebagai kalam apabila terhimpun empat syarat, yaitu,
  1. Berupa Lafadz atau suara yang mengandung salah satu dari Huruf Hijaiyah, (mulai Alif  hingga Ya). Misalnya, KITABUN artinya buku, ROJULUN artinya laki-laki dan lain-lain. Semuanya dikatakan Lafadz, karena mengandung sebagian dari huruf-huruf hijaiyah.
  2. Tersusun, artinya tersusun dari dua kalimat atau lebih, misalnya saja “Hadzihi Kitabun”, terdiri dari kata “Hadzihi” dan “Kitabun”. atau “Jaa’a Rojulun”, terdiri dari kata “Jaa’a” dan “Rojulun
  3. Berfaidah, artinya rangkaian dari kata atau lafadz tersebut dapat difahami dengan baik dan tidak menggantung. Misalnya saja seperti contoh di atas, yaitu “Jaa’a Rojulun”, artinya (seorang laki-laki telah datang), kata-kata ini dapat dipahami dengan baik, dan tidak menggantung seperti kata “Idza Jaa’a Rojulun”, artinya (apabila seorang laki-laki telah datang…….), maka ini tidak disebut kalam karena meskipun tersusun lebih dari dua kata, tetapi tidak dapat difahami dengan baik.
  4. Di sengaja, maksudnya, sengaja berucap atau bersuara. Jadi perkataan orang yang mengigau tidak termasuk kalam menurut nahwu, meskipun berupa perkataan yang mengandung salah satu dari huruf hijaiyah, tersusun dari dua kalimat atau lebih dan berfaidah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembagian Bab-bab Dalam Tashrif

2. Fi’il Tsulatsi Mazid

Pengertian Shorof dan Tashrif