BAB II. THOHAROH

1. Pengertian Thoharoh

Thoharoh menurut bahasa adalah bersuci atau kebersihan. Sedangkan thoharoh menurut syara’ adalah suatu kegiatan bersuci yang bisa mengesahkan sholat, baik bersuci dari najis, seperti istinja’, menghilangkan najis dari tempat, badan dan pakaian, atau bersuci dari hadats, seperti wudlu’, mandi dan tayammum.

Islam menempatkan thoharoh sebagai amalan yang sangat penting, karena diantara syarat sah sholat adalah wajib suci dari hadats dan suci dari najis, baik tempat, badan, atau pakaian. “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan mencintai orang-orang yang suci”. (al-Baqoroh 222).

2. Alat-Alat Thoharoh
Alat-alat yang di gunakan untuk bersuci (thoharoh) ada tiga, yaitu,
1. Air
2. Debu
3. Batu

3. Macam-Macam Air

Macam-macam Air ada empat, yaitu,
1. Air suci mensucikan, yaitu air yang turun dari langit atau keluar dari bumi yang masih tetap dalam keadaannya atau masih asli tidak terkena najis dan tidak bercampur dengan benda lain yang sampai merubah sifat-sifatnya. Air seperti ini boleh diminum, sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga sah untuk menghilangkan hadats, seperti air hujan, air laut, air sungai, air es, dan air sumur.
Perubahan pada air yang tidak sampai berpengaruh menjadikannya najis dan tidak mensucikan, setidaknya ada tiga macam, yaitu,
  • Air yang berubah karena tempatnya atau tempat mengalirnya, seperti air yang berubah karena tergenang atau mengalir di tempat yang di sepuh, di tempat yang berpasir, berdebu, mengandung kapur, garam dan belerang.
  • Air yang berubah karena lama tidak dipakai
  • Air yang berubah karena sesuatu yang sulit terhindar darinya, seperti air yang berubah sebab daun-daunan yang gugur dari pohon yang berada dekat dengan tempat air itu.
2. Air suci yang makruh dipakai bersuci, seperti air yang panas karena terik matahari dalam tempat logam yang terbuat dari seng, besi, tembaga, baja, alumunium yang masing-maasing benda logam tersebut bisa berkarat, karena dikhawatirkan menimbulkan penyakit. Seperti diterangkan dalam hadits riwayat Baihaqi, dari ‘Aisyah RA. “Bahwasanya ‘Aisyah telah memanaskan air di terik matahari, kemudian Rasulullah SAW berkata, “Janganlah engkau berbuat demikian ya Chumairo’, karena sesungguhnya air yang dijemur itu dapat menimbulkan penyakit baros (kusta)””.
3. Air suci tidak mensucikan, yaitu air yang dzatnya suci, boleh diminum tetapi tidak sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga tidak sah untuk menghilangkan hadats. Air ini terbagi menjadi tiga macam, yaitu,
  • Air yang sudah banyak berubah salah satu sifatnya sebab bercampur dengan benda-benda yang suci, seperti air kopi, air teh dan lain-lain.
  • Air sedikit yang sudah dipakai menghilangkan hadats atau menghilangkan najis (hukmiyyah) dan ia tidak berubah sifat-sifat serta tidak pula bertambah timbangannya.
  • Air yang keluar dari tumbuh-tumbuhan, baik dengan cara diperas, di masak atau dengan cara-cara yang lain.
4. Air Mutanajjis (Air yang terkena najis). Air ini hukumnya najis, tidak boleh diminum, tidak sah untuk bersuci dan menghilangkan najis juga tidak sah untuk menghilangkan hadats. Air ini ada dua bagian, yaitu,
  • Air sedikit yang terkena najis baik air itu berubah sifat2nya atau tidak.
  • Air sedikit atau banyak yang berubah salah satu sifatnya karena terkena najis.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pembagian Bab-bab Dalam Tashrif

2. Fi’il Tsulatsi Mazid

Pengertian Shorof dan Tashrif